Selasa, 04 Februari 2020

Pemalsuan Wajah Rokok

Tempo hari saya didatangi tiga pemuda di kantor yang menawarkan kesempatan menjadi donatur untuk sebuah acara seni. Awalnya saya tertarik mendengarkan karena berkaitan dengan drama musikal dengan pemerannya sendiri yang datang ke kantor saya. Hingga pada satu titik mood saya ambruk karena dengan bangga mereka menyebut satu yayasan terkenal yang berkaitan dengan produksi rokok sebagai inisiator acara ini.

Tak ada yang baru, sesungguhnya. Hanya saja, praktik ‘corporate social responsibility’ ala rokok terus saja gencar dilakukan meski sebenarnya mayoritas pakar corporate social responsibility (CSR) menolak gaya ‘CSR’ rokok sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Laporan WHO menyatakan bahwa industri rokok dianggap masuk dalam kategori harmful industry sehingga tidak ada satu pun indeks socially responsible investment (SRI) yang menyertakan perusahaan rokok ke dalam portofolio investasinya. Para pakar CSR pun menolak berbagai keterlibatan industri rokok dalam aktivitas ilmiah CSR, seperti yang pernah terjadi dalam forum Ethical Corporation Asia di Hongkong pada tahun 2004. BAT dan Philip Morris, dua perusahaan rokok terbesar di dunia, awalnya terdaftar sebagai sponsor emas dan mengirim eksekutifnya sebagai pembicara, namun ditolak melalui petisi 86 pakar CSR dan etika bisnis.  Survey mutakhir pun menunjukkan bahwa kinerja CSR industri rokok termasuk yang paling rendah di kalangan industri. Survey CSR Monitor oleh Globescan pada tahun 2007 menunjukkan skor industri rokok jauh lebih rendah dari industri tambang, bahkan industri minuman beralkohol.


BACA SELENGKAPNYA DI https://bsmijakarta.or.id/pemalsuan-wajah-rokok/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar